Refleksi 17 Tahun Veda Praxis: Sepak Terjang Para Founder, Sebuah Qiyas Terhadap Strategi Bisnis Syariah Populer Pada Generasi Sahabat Nabi

oleh | Des 22, 2022 | Ekonomi dan Bisnis, Wawasan | 0 Komentar

Deden Darajat Muharam

Partner, Digital Syariah Advisory

Penulis adalah Partner Shariah Digital Advisory yang mulai bergabung di Veda Praxis pada tahun 2021. Selain menamatkan Pendidikan sarjananya di Universitas Padjadjaran, Bandung dengan jurusan Akuntansi, Ia pun mendapatkan gelar Magister Manajemen di Indonesia Banking School, Jakarta. Keahliannya dalam Digital Shariah, Shariah Finance, Shariah Marketing Finance, Shariah Banking, Financial Technology, Leadership, dan Business Process Improvement membuatnya dipercaya sebagai konsultan yang menangani proyek-proyek yang terutama terkait dengan pengembangan bisnis dan keuangan Syariah.

Bismillaahirrahmanirrahim,

Masih segar dalam ingatan kita, haru biru dan rona ceria di awal siang, tanggal 1 Desember 2022. Ya, tanggal 1 Desember, selalu ada yang berbeda di setiap tahunnya bagi kami dibanding hari-hari lainnya. Tidak lain karena 1 Desember adalah hari jadi Perusahaan yang kami banggakan, Veda Praxis. Secara resmi, Veda Praxis berdiri tanggal 1 Desember 2005.

Saya teringat 1-2 tahun lalu, kendati kita semua dilanda pandemi yang cukup menguras waktu dan energi, keriuhan pun tetap terasa pada peringatan hari jadi Veda Praxis. Keterbatasan kondisi pada saat itu, tidak menyurutkan semua personel Veda Praxis untuk mempersembahkan kreasi terbaiknya dalam rangka mensyukuri nikmat, pencapaian dan kesempatan berkarya yang masih diberikan oleh Allah, Sang Maha Pencipta.

Kembali ke hari ini, ada rangkaian acara yang terbilang khusus dalam memperingati milad Veda Praxis. Kenapa demikian khusus? Karena di tahun ini, Veda Praxis memasuki usia yang ke-17, sebuah angka tahun yang umumnya dimaknai spesial. Bagi sebuah perusahaan, masa 17 tahun dapat dimaknai berbeda-beda tergantung kondisi objektif dan subjektif perusahaan tersebut. Namun demikian, untuk sebuah perusahaan yang diawali dari sebuah gagasan mulia dan revolusioner, yang dirintis oleh sekumpulan ‘sahabat’, dengan dukungan finansial yang benar-benar ‘mandiri’, kita dapat dengan bangga mengacungkan dua jempol. Betapa dengan awal perjuangan yang dimulai dari gagasan mulia, ide besar ini dapat bertahan sekian lama, dan bahkan dapat tumbuh dengan begitu pesat dan relatif sustain.

Sejalan dengan spesialnya peringatan ke-17, Manajemen Veda Praxis pun nampaknya berkeinginan menyajikan sesuatu yang khusus, lebih khidmat, lebih berkesan dan memorable. Ada banyak agenda yang dihelat untuk memperingati hari jadi Veda Praxis ini. Sedemikian banyak, bahkan rangkaian acara itu tidak dapat dilakukan hanya dalam satu hari, melainkan dibagi dalam beberapa tahap acara, dengan puncaknya pada tanggal 5 Desember.

Dari sekian banyak agenda, event pada tanggal 1 Desember 2022 adalah rangkaian acara pertama yang dihelat. Acara syukuran atas pencapaian usia Veda Praxis ke-17 ini dimulai pada pagi hari, dengan mengundang semua unsur Veda Praxis, para undangan penting pada internal organisasi, hadir secara langsung di Kantor Pusat AD Premier Office Park, sedangkan yang lainnya hadir secara virtual. Acara demi acara ditata dengan demikian apik. Semua rangkaian kegiatan diikuti dengan khidmat oleh para undangan dengan penuh rasa syukur dan sukacita.

Ada yang menarik dari rangkaian acara syukuran ini, yakni dengan dihadirkannya para founder Veda Praxis dalam talk-show bertajuk ‘Cerita VP’. Dalam program wawancara santai yang berdurasi sekitar satu jam ini, para pendiri Perusahaan bercerita cukup detil tentang bagaimana Veda Praxis berproses dari perusahaan jasa konsultan yang berkantor di sebuah ruangan kamar dengan satu-dua meja kerja, hingga bertransformasi menjadi konsultan kelas regional dengan nama yang cukup diperhitungkan di industri jasa keuangan tanah air, dengan personel aktif lebih dari seratus dua puluh lima orang.

Kita mencoba menilai dan meresapi paparan-paparan yang disampaikan para founder dalam mengawali lahirnya perusahaan kebanggaan, juga mengawal pertumbuhan serta perkembangannya saat ini, sehingga diharapkan memperoleh sedikit insight serta seberkas inspirasi untuk turut berkarya dan berkontribusi.

Sebelum melangkah jauh, penilaian kita dasarkan pada fakta bahwa perusahaan ini didirikan oleh beberapa insan yang remarkable. Mereka memiliki kepribadian kuat, karir individual yang gemilang dan pencapaian terbaik pada bidang yang mereka geluti masing-masing. Lebih lanjut, dari ‘Cerita VP’ ini, ada beberapa hal yang menarik perhatian dan membuat kita merenung cukup dalam.

Pertama, bahwa organisasi ini awalnya terbentuk dari sebuah ‘keresahan’. Keresahan pada setidaknya dua hal; pertama keresahan para pendiri tentang kondisi individual mereka. Di mana mayoritas founder sudah mencapai kondisi karir pribadi yang hampir menuju puncak, demikian pula pencapaian prestasi dan finansial. Namun demikan, kesuksesan yang luar biasa ini tidak membuat mereka puas. Mereka bahkan memiliki keresahan bahwa secara pribadi, mereka akan segera memasuki zona paling nyaman secara material, namun sangat mungkin secara bersamaan, kenyamanan secara idealisme akan berbanding terbalik. Keresahan kedua yang melanda mereka adalah secara eksternal, di mana para founder merasakan adanya sebuah tantangan atas kondisi praktis saat itu, yang dapat dikatakan jauh dari ideal. Di mana pekerjaan yang menuntut mereka sempurna secara teknis, namun ada nilai sosial-altruistik yang sangat mungkin terabaikan. Misalnya dalam menangani klien, perusahaan yang menugaskan mereka memang memberikan seratus persen kapabilitas dan kompetensinya untuk memenuhi kebutuhan klien secara profesional, namun demikan ada sesutu yang ingin mereka capai lebih daripada tuntutan profesionalisme itu; beyond completion, beyond achievement.

Kedua, dalam men-set-up organisasi ini sejak awal, para pendiri memiliki gagasan-gagasan brilian dan strategi unik, yang dilandasi oleh cita-cita, kapabilitas, kompetensi dan pengalaman yang mereka miliki masing-masing. Dengan racikan ide-kapabilitas-kompetensi-pengalaman yang mereka sinergikan, maka terbentuklah organisasi yang kini telah berkembang dan telah memiliki budaya yang melandasi setiap kegiatan semua personel organisasi. Jika kita sederhanakan, racikan dari ide-kapabilitas-kompetensi dan pengalaman yang mereka curahkan untuk mengembangkan Veda Praxis ini, mungkin kita dapat meminjam frasa ‘strategi bisnis’ atau ‘strategi organisasi’.

Dari kedua hal ini, yakni dasar ‘keresahan’ dan ‘strategi organisasi’, kita dapat melihatnya dengan perspektif yang lain, dengan berbagai spektrum visi. Salah satu spektrum menarik adalah dari sisi syariah. Kenapa? Karena mungkin belum banyak pembahasan atau diskusi yang membahas secara analog suatu praktik atau visi. Yakni melihat dan menelaah suatu visi, gagasan atau praktik, dengan pembanding visi, gagasan dan praktik lain yang telah ada terlebih dahulu.

*******

Visi atau gagasan-gagasan pada praktik-praktik bisnis atau manajerial syariah seringkali dapat kita temukan pada hadits-hadits atau literasi sejarah yang disampaikan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Seperti kita ketahui, bahwa tuntunan Syariat bersumber dari Al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas. Sumber-sumber inilah yang senantiasa menjadi rujukan dalam menilai perkataan (qaulan), perbuatan (fi’lan) dan pernyataan (taqriran) yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, untuk dapat diperoleh status atau kedudukannya di mata syariah. Qiyas mengandung terminologi berupa pengandaian, analogi atau permisalan, yakni memisalkan sesuatu yang belum ada hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada hukumnya, karena adanya suatu persamaan ‘illat (sebab) hukum.

Nabi, dalam mengemban amanah kerasulan, yakni dalam memberi cahaya pada peradaban manusia, menyadari keterbatasan waktu dan ruang yang dimiliki. Oleh karena itu, Nabi mempersiapkan orang-orang terdekatnya untuk menjadi pendukung dan pengawal perubahan. Secara sederhana, Nabi Muhammad membina secara khusus para sahabat. Nantinya, para sahabat inilah yang menjadi pilar-pilar utama pendukung Nabi dalam melaksanakan risalah kenabian.

Dalam mendorong para sahabat membangun bisnis (dan organisasi pada umumnya), Nabi telah membekali kaidah-kaidah pokok, atau rambu-rambu yang secara sungguh-sungguh menjadi pegangan para sahabat.  Pembahasan bagaimana Nabi mengkader para sahabat akan menjadi diskusi panjang yang memerlukan cukup banyak waktu. Oleh karena itu perlu bahasan khusus yang tersendiri. Pembahasan tersebut mungkin dapat kita lakukan pada artikel lain dengan tema yang relevan. Bahkan untuk membahas secara lebih teknis, mungkin diperlukan untuk menyusun beberapa jilid buku dengan sejumlah bab pada masing-masing jilidnya.

Kita kembali ke fokus bahasan, yakni bagaimana para pendiri Veda Praxis membangun Perusahaan ini hingga menjadi sebesar sekarang, dan bagaimana memandang secara analog (qiyasi) dengan apa yang telah dilakukan para pebisnis yang melegenda pada masa hidup Rasulullah SAW. Perbandingan ini mungkin tidak sepenuhnya memiliki validitas saintifik yang seratus persen akurat, karena hanya secara sederhana dan spontan membandingkan fakta kini dengan beberapa literatur tentang praktik-praktik pada masa sahabat silam.

Kita mulai dari hal pertama, ketika para founder memulai melakukan peletakan batu pertama bangunan Veda Praxis, dengan latar belakang adanya ‘keresahan’; keresahan individual (internal) dan juga keresahan sosial (eksternal). Para founder merasa bahwa apa yang mereka peroleh saat itu secara kasat mata memang terlihat sangat menarik dan mencerminkan kesuksesan, namun tak sepenuhnya memberikan kepuasan batin.

Hal ini mencerminkan bahwa mereka memiliki buah pikiran yang keluar dari cangkang yang bernama ego. Bahwa sesuatu itu dianggap baik, bukan melulu jika hal tersebut memberikan benefit besar untuk diri sendiri, tapi juga harus punya implikasi yang lebih luas untuk lingkungan, untuk perubahan sosial, untuk peradaban. Sehingga apa yang mereka peroleh berupa feedback finansial yang besar, karir yang gemilang, tidak memberi kepuasan yang sebenarnya, karena ada sisi lain yang belum terpenuhi, yakni efek sosial yang ingin dicapai dari karya yang dilakukan. Bagi sebagian—mungkin sebagian besar—dari kita dewasa ini, mungkin mendapatkan penghasilan tinggi, dengan beragam fasilitas yang memanjakan dari perusahaan, serta karir mentereng, adalah pencapaian tertinggi yang menjadi ukuran kesuksesan. Namun tidak bagi mereka. Mereka masih menyimpan keresahan dalam kelimpahan materi yang diperoleh pada saat itu.

Hal ini menuntun kita untuk mengingat salah satu hadits yang masyhur, yakni hadits riwayat Thabrani yang artinya, “Barangsiapa yang bangun di pagi hari dan hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah tidak melihat hak-hak Allah dalam dirinya, maka Allah akan menanamkan empat penyakit: 1. kebingungan yang tiada putus-putusnya, 2. kesibukan yang tidak pernah ada ujungnya, 3. kebutuhan yang tidak pernah terpenuhi, 4. khayalan yang tidak berujung”.

Mungkin dapat dibayangkan bangun tidurnya para pendiri Veda Praxis ini, di samping ada perasaan puas atas pencapaian pribadi, namun ada juga ganjalan/ keresahan tentang dua kondisi di atas, internal dan eksternal. Keresahan ini sadar maupun tak sadar adalah dorongan yang mengetuk nurani, bahwa tidak hanya nasib dan kenikmatan individual yang men-drive mereka untuk berkarya, namun ada tuntutan peran kekhalifahan di bumi, social role yang perlu juga ditunaikan. Sehingga berangkat dari keresahan inilah maka tercetus ide heroik untuk memulai sesuatu yang lebih bermanfaat daripada sekadar profesi dan gaji, daripada sekadar karir dan posisi, tetapi juga idealisme yang lebih terimplementasi.

Mudah-mudahan tidak berlebihan jika kita qiyaskan juga dengan beberapa dobrakan besar dalam sejarah, dengan beberapa tokohnya yang masih dikenang keagungan karyanya hingga saat ini, antara lain Muhammad Al Fatih dan Salahuddin Al Ayyubi. Jika Salahuddin punya alasan yang cukup kuat untuk menempa diri dan pasukannya sedemikian keras karena memiliki keresahan tentang rakyat Palestina, dan jika Al Fatih terdorong untuk mengoptimalkan potensi diri dan rakyatnya karena memiliki keresahan tentang Konstantinopel, maka para founder Veda Praxis memiliki alasan yang kuat untuk mendirikan Perusahan ini karena memiliki keresahan tentang beyond compliance, beyond advisory, beyond achievement.

Selanjutnya, fakta menarik yang kedua, adalah mengenai strategi bisnis atau strategi organisasi yang diaplikasikan oleh para founder Veda Praxis. Tidak ada pointer khusus yang disampaikan secara harfiah terkait strategi bisnis ini, namun dari kronologi jatuh bangun Veda Praxis yang dipaparkan pada Cerita VP, kita dapat memetik beberapa frasa kunci yang mencerminkan benang merah tentang bagaimana strategi mereka dalam membangun Veda Praxis sejak dulu hingga sekarang.

Kali ini kita menuju pada perenungan yang cukup mendalam, pada tulisan sejarah, tentang kondisi finansial salah satu sahabat utama Nabi Muhammad SAW yang dikenal memiliki kekayaan yang melimpah, yakni Utsman bin Affan. Beberapa literatur, salah satunya Kitab Al Bidayah Wa an Nihayah, mengungkapkan nilai kekayaan beliau yang terbilang fantastis. Sayidina Utsman adalah sahabat Rasulullah satu-satunya yang memiliki rekening bank dan akta tanah hingga saat ini. Saldo rekening bank atas nama Utsman bin Affan saat ini senilai lebih dari 2,5 triliun rupiah, dan diperkirakan bertambah sebesar 16 miliar rupiah setiap tahunnya. Dan uniknya hartanya ini dikelola oleh Departemen Pertanian Pemerintah Arab Saudi, sedangkan hasil pengembangan hartanya diberikan secara berkesinambungan kepada fakir miskin, amil (pengelola) dan sebagian diinvestasikan kembali.

Mendapati fakta di atas, tentu kita merasa perlu untuk membedah, apa yang dilakukan oleh Sayidina Utsman sehingga berada pada posisi finansial sedemikian tinggi dan sekaligus memiliki nilai sosial yang abadi hingga saat ini. Kekayaan beliau tak terbantahkan memiliki manfaat yang luas dan berkesinambungan bagi masyarakat luas, bagi ummat. Mari kita bahas beberapa kalimat khas beliau, yang menjadi tips atau strategi bisnis yang beliau terapkan dari waktu ke waktu.

Kita membahas strategi bisnis Utsman ini, dengan asumsi bahwa setiap sahabat sudah crystal clear dalam mengimplementasikan ajaran dasar Nabi tentang harta. Yakni antara lain bahwa; harta hanyalah washilah, bukan tujuan, harta bersifat fana dan betapa nilai-nilai Al-Quran adalah mutlak dalam pengelolaan harta. Asumsi dasar ini memastikan bahwa dalam pengelolaan harta atau bisnis, para sahabat, termasuk Utsman sudah menghindarkan diri dari hal-hal terlarang, seperti perjudian/ gambling, spekulasi dan riba. Setelah itu semua, barulah beliau menerapkan strategi pengelolaan berdasarkan bimbingan Nabi, penelaahan dan pengalamannya. Berikut strategi bisnis Utsman dan indikasi analoginya dengan praktik strategi bisnis para founder Veda Praxis.

Pertama, ‘kuntu u’aalij’, terjun sendiri, tidak mewakilkan. Utsman senantiasa menggeluti bisnis yang dilakukannya, tanpa begitu saja mewakilkan pada orang lain. Demikian terlibatnya dalam bisnis, pernah terdengar sebuah riwayat, di mana seseorang mendatangi tempat usahanya, kemudian mengira bahwa yang dia temui sedang bekerja bukan Utsman, karena beliau berbaur dan menggunakan pakaian yang tidak berbeda dengan para pegawainya. Mengurus bisnisnya sendiri, membuat beliau sangat menguasai ups and downs, SWOT dan karakteristik bisnis yang dijalani, sehingga pada gilirannya jika bisnis sudah berjalan tanpa dirinya, dia akan dengan sangat mudah melakukan kontrol dan memitigasi risiko permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari.

Jika kita menyimak pemaparan sejarah berdirinya Veda Praxis, para founder melibatkan diri sebagai pelaku, sejak dahulu hingga saat ini. Inilah yang memungkinkan mereka dapat sangat menguasai kondisi perusahaan yang mereka kelola secara real condition dan real time. Manfaat terbesar dari hal ini adalah bahwa mereka dapat memastikan dari waktu ke waktu, bahwa service yang diberikan kepada klien selalu memenuhi scope dan requirement yang disepakati di awal, bahkan melampaui ekspektasi klien, sehingga bukan hanya deliverables yang relevan yang diperoleh klien, tetapi juga solusi yang dapat menjawab tantangan yang dihadapi klien.

Kedua ‘wa unammii’, yang bermakna mengembangkan, reinvestasi. Keuntungan bisnis tidak dinikmati seluruhnya secara langsung, tetapi sebagian disalurkan kembali menjadi tambahan investasi baik untuk peningkatan kapasitas bisnis eksisting maupun pengembangan unit bisnis baru, sebagian dinikmati sebagai laba dan sebagian diberikan sebagai sedekah. Dalam hal ini ada sebuah kisah dari hadits riwayat Muslim, yang intinya menceritakan ada seorang pemilik kebun yang mendapati hujan selalu menyirami kebunnya, walaupun dalam kondisi kebun lain sedang kekeringan. Ternyata pemilik kebun selau membagi hasil panennya; sepertiga untuk makan diri dan keluarganya, sepertiga untuk sedekah kepada fakir miskin, dan sepertiganya dikembalikan pada usaha kebun tersebut, reinvest. (Kitabuz Zuhd war Raqaq, bab Sedekah Kepada Orang-orang Miskin, 4/2288, no.2984.)

Apa yang dipaparkan oleh para founder juga menyinggung hal ini. Pertumbuhan revenue Veda Praxis tentunya memiliki porsi tertentu dalam hal alokasi. Jika menganalogikan kapada strategi Utsman di atas, setidaknya salah satu atau lebih hal yang dilakukan oleh Veda Praxis, misalnya reinvestasi pada project eksisting maupun pada rencana pengembangan lini bisnis baru, cukup merepresentasikan inspirasi ini. Dalam hal sedekah, dapat diproyeksikan dalam aktivitas CSR yang memiliki spektrum yang luas, mulai dari kegiatan sosial kemasyarakatan, pendidikan, pelatihan dan kegiatan sosial kreatif lainnya.

Masih segar dalam ingatan, bahwa pada dua tahun terakhir ketika pandemi melanda, industri pada umumnya mengalami stagnasi bahkan penurunan. Qadarallah, bisnis Veda Praxis tetap berjalan, bahkan dapat dikatakan tidak ada penurunan. Selama fase itu, tidak ada satupun pegawai yang di-lay off. Alhamdulillah.

Ketiga ‘walaa azdari ribhan’, yang memiliki arti tidak meremehkan keuntungan. Utsman tidak mengabaikan margin yang sedikit, namun memberikan manfaat (termasuk implikasi penjualan di masa depan) yang besar. Ini juga soal bagaimana mengelola prioritas antara volume/ skala bisnis dengan profit/ hasil bisnis. Margin yang tidak terlalu terkesan greedy biasanya menuntun pada pencapaian volume bisnis yang lebih besar. Dalam Syariat, sejatinya tidak ada batasan mengenai besar keuntungan yang kita tentukan, namun demikian ada tuntunan yang dapat kita jadikan acuan secara kualitatif. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari: 1934, Nabi mengatakan sebagai berikut, “Semoga Allah merahmati orang yang mudah ketika menjual, mudah ketika membeli dan mudah ketika meminta haknya”.

Dalam perjalanannya, Veda Praxis senantiasa meniatkan pekerjaannya untuk memudahkan klien dalam menghadapi persoalan, dan melakukannya dengan ‘mudah’. Kompromistis dalam menegosiasikan segala syarat dan ketentuan, termasuk pada hal-hal yang terkait benefit material. Pada kondisi-kondisi tertentu, tak jarang bahkan Veda Praxis memutuskan untuk memberikan service tanpa dibayar sepeserpun. Hal ini semata-mata diniatkan untuk memberi solusi yang tidak semata bersifat material secara langsung dari klien yang bersangkutan. Namun demikian, perjalanan waktu selalu membuktikan bahwa kemudahan yang diberikan Veda Praxis kepada kllien, kepada industri, tidak pernah memberikan feedback kecuali keuntungan yang berlipat-lipat, baik secara finansial maupun non-finansial. Hal ini berulang kali proven.

Keempat ‘walaa asytari syaikhan’, bermakna tidak membeli yang tua. Jika dalam bisnis jasa, tidak menyajikan materi service yang obsolete. Utsman dalam berdagang selalu mengusahakan menjual barang yang tergolong stok baru. Dan tidak dibenarkan mencampur produk baru dengan produk lama tanpa pemberitahuan dan menyamakan harganya. Hal ini dinamakan tadlis; mengoplos, menipu.

Core business Veda Praxis sangat common dengan aktivitas governance, risk management dan compliance. Hal ini sangat terkait erat dengan regulasi yang dinamis, baik domestik maupun internasional. Hal ini menjadi acuan yang relevan bagi Veda Praxis, bahwa dalam memberikan service, terutama terkait tiga hal utama tadi, selalu menghindari penggunaan tools atau ketentuan yang obsolete, ketinggalan jaman, dan selalu melakukan update (terkait ketentuan dan tools) dan upgrade (terkait software dan brainware). Keduanya merupakan hal esensial untuk menjamin bahwa service yang diberikan dapat memberikan solusi yang tepat kepada klien. Berfokus pada area digital ecosystem juga merupakan upaya lain dalam menghindari service yang obsolete, di mana Veda Praxis berusaha dekat dengan klien dan dekat dengan kebutuhan klien yang dewasa ini cenderung melakukan pergeseran orientasi proses bisnis ke arah digitalisasi.

Kelima ‘Wa aj’alu ra sa- ra sain’, yang memiliki makna menjadikan satu kepala (bisnis, modal) menjadi dua kepala. Meletakkan investasi pada lebih dari satu lini bisnis. Hal ini dapat dipandang paling tidak dari dua perspektif. Pertama, diversifikasi. Mengembangkan modal pada dua atau lebih jenis bisnis. Manfaat utamanya adalah risk distribution. Perspektif kedua, volume-splitting. Ketika kita punya modal berupa sebidang tanah yang cukup luas, akan lebih bijak dan mungkin profitable jika kita pecah menjadi beberapa tanah kavling dan menjualnya per-satu kavling dengan margin lebih besar dan proses penjualan yang relatif lebih mudah.

Jika kita analogikan pada praktik bisnis Veda Praxis, kita dapat atau bahkan sudah melakukan keduanya. Melakukan ‘penggandaan’ perspektif pertama dengan membagi investasi pada dua atau lebih lini produk jasa yang dinilai layak dikembangkan. Misalnya saja, dalam business plan tahun ini, kita akan mulai merevitalisasi bisnis keagenan software/ hardware, atau berinvestasi dalam service serupa dengan segmen yang berbeda, misalnya segmen pasar syariah. Hal yang relevan dan menjanjikan sebagai terobosan. Pada perspektif kedua, kita mencoba membagi satu potensi lead besar menjadi beberapa downsizedlead, jika memungkinkan. Hal ini relatif memperbesar peluang success rate, dalam hal nilai kontrak yang ditawarkan bersifat limit-sensitive misalnya.

Demikian 5 cuplikan dari sekian banyak tips bisnis Sayidina Utsman bin Affan, yang dapat direkam oleh literatur-literatur sejarah. Dan kita dapat berkaca dengan saksama, adakah relevansi dengan nilai-nilai yang kita terapkan? Atau bahkan jika ada, sudah berapa persen yang dapat kita serap dan memberikan impact positif terhadap pertumbuhan bisnis?

Walaupun, cukup rasional jika kita mengatakan, bahwa terlalu sempit kita hanya meng-qiyaskan strategi bisnis pada 5 hal di atas, bahkan ketika kita copy-paste seluruh rahasia bisnis Utsman bin Affan pun. Karena di sekeliling Nabi, terdapat belasan sahabat pendukung tugas kenabian, yang selalu siap memberikan support finansial dengan kondisi ekonomi yang jauh berlimpah. Sebut saja Abdurrahman bin Auf, atau sahabat Zubair bin Awwam. Namun kembali, akan terlalu panjang jika pembahasan terkait para sahabat mulia di atas kita paparkan dalam tulisan ini. Semoga ada kesempatan yang diberikan Allah untuk dapat membahas hal-hal di atas secara mendalam dan mendetail di masa mendatang.

Pada bagian akhir tulisan ini saya ingin membagikan sebuah kisah. Suatu pagi dalam sebuah diskusi santai, dengan kekaguman—di mana Manajemen Veda Praxis seperti tak henti merekrut personel, dan tak pernah sekalipun berniat memberhentikan personel yang telah direkrut—saya bertanya, mengapa seperti tidak ada rasa takut kekurangan, rasa takut tak mampu membayar karyawan dan seterusnya. Dengan agak berkelakar, salah satu dari mereka menjawab bahwa filosofinya adalah pada setiap orang, melekat rejekinya masing-masing, semakin banyak kita rekrut, maka semakin banyak rejeki kita. Maa syaa Allaah, bukankah ini kalimat dari seorang dengan tingkat ma’rifat yang sangat tinggi terhadap definisi tawakkal? Rasanya hal ini cukup menjadi cambuk dan pemicu ekstra positif bagi kita untuk meneladani.

Satu pelajaran yang tak kalah menarik dari ‘Cerita VP adalah tentang pernyataan salah satu founder bahwa Veda Praxis ‘tidak pernah’ akan settle. Perusahaan ini tidak akan pernah berada dalam kondisi di mana pertumbuhan akan berhenti, penetrasi pasar akan melandai, inovasi tidak lagi menjadi tuntutan. Manajemen selalu beritikad dan berencana membawa Organisasi ini dalam kondisi yang terus bertumbuh dan berkembang. Frasa ‘tidak akan pernah settle’ inipun dapat juga bermakna konotatif, yang menunjukkan bahwa dalam kondisi apapun, Organisasi dan semua stakeholder akan terus berupaya melakukan perubahan, perbaikan, peningkatan.

Seperti yang kita pahami secara luas, dalam corporate lifecycle, saya menakar bahwa Veda Praxis cenderung berdiri pada kuadran growth and establishment. Dan ketika secara faktual Perusahaan akan menuju fase Maturity, penafsiran saya, Manajemen akan berusaha memperpanjang keberadaan Veda Praxis pada fase Growth and Establishment, tidak lain dengan mereview dan menetapkan standar pencapaian baru. Hal ini cukup menarik, alih-alih mengikuti general ambitions, di mana pada umumnya perusahaan berlomba-lomba secepatnya untuk mencapai posisi maturity dan memimpin pasar, lalu duduk santai menikmati hasil perjuangan, Manajemen lebih memilih ‘selamanya’ berada pada fase growth and establishment.

Hal mana pada fase ini dapat dikatakan seluruh potensi harus dikerahkan pada titik maksimal untuk meraih standar yang ditetapkan. Banyak ‘pengorbanan’ yang harus diberikan, perhatian, energi dan waktu harus sepenuhnya tercurahkan. Fase yang paling banyak membutuhkan kesabaran dan kejelian dalam mengevaluasi. Tapi bukankah itu pula yang diajarkan Syariat? Bahwa setiap kita hendaknya tak henti mengevaluasi diri? Dalam Al Quran, Surat Al Hasyr: 18 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok…” Tak pelak hal ini menjadi semacam praktik dari penafsiran ayat ini dalam keseharian; evaluasi masa lalu dan review standar masa depan.

Tak dipungkiri bahwa fase yang membutuhkan ekstra perhatian, ketelatenan dan kesabaran ini sangat dinikmati oleh para founder Veda Praxis. Hal ini memberikan pelajaran empirik kepada kita, bahwa kesabaran sejatinya tidak ada batasannya. Batasannya ditentukan oleh Sang Pencipta, di mana ketika kemampuan dan kelapangan kita dicabutNya, di sanalah kita tak dituntut lagi untuk bersabar, bahkan tak dituntut lagi untuk melakukan apapun kecuali berserah, tawakkal. Kita yang mungkin baru belajar kesabaran sebatas teori atau retorika, sangat perlu belajar kepada para founder tentang hakikat sabar yang sebenarnya.

Mereka rela ‘bersabar’ untuk tidak bersegera berpuas diri, —jika boleh menerka—kunci kekuatan mereka; ‘bersabar’ untuk senantiasa berada pada fase ini dengan ‘tidak akan pernah settle’ adalah mereka selalu menikmati semua prosesnya, menikmati setiap implementasi idealisme, di sanalah puncak kesyukuran, keseruan dan kebahagiaan yang diperoleh. Hal ini kembali menggiring kita pada satu analogi terakhir pada tulisan ini, yakni sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan dari Jabir ra melalui hadits shahihnya, ia berkata,”Rasulullah SAW bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.(HR. Thabrani dan Daruquthni).

Semoga Veda Praxis diberikan panjang umur dalam keberkahan, dengan senantiasa berada pada kondisi menebar manfaat bagi diri, keluarga, bangsa dan sesama. Semoga seluruh karya dan kontribusi para founder Veda Praxis senantiasa menjadi inspirasi bagi semua stakeholder untuk dapat menjadi pemeran aktif dalam perubahan menuju peradaban semesta yang lebih baik.

Deden Darajat Muharam, Partner, VP-Digital Syariah Advisory

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *